“…… Setelah kita sekarang menjadi suatu bagsa yang merdeka berdaulat, bukan lagi semboyan yang utama, melainkan bukti yang diperbuat. Bukti yang menunjukkan bahwa kita sebagai bangsa sanggup menentukan nasib kita sendiri, sanggup berbuat dalam arti menolong diri sendiri, halangan dari kapitalisme hanya bisa diatasi dengan organisasi, dan organisasi itu ialah koperasi……”
(Pidato Radio Wakil Presiden R.I. Dr. Mohamad Hatta, pada Peringatan
Hari Koperasi tanggal 12 Juli 1951)
Kosa kata liberalisasi perdagangan serta dampaknya pada akhir-akhir dekade ini kian marak diperbincangkan. Boleh dikatakan tiada hari maupun tempat yang tidak memperbincangkan hal tersebut, sehingga seperti layaknya menu makanan siap saji yang siap untuk disantap. Masalah yang terkait dengan liberalisasi perdagangan dan secara umum dicirikan dengan aplikasi dari pasar bebas lebih asyik untuk diskusikan, daripada dibahas dari sisi upaya untuk memprokteksinya. Saat ini hal itu telah kita praktekkan dan sistem kapitalisme menjadi lebih hebat teraplikasi dalam praktek di sini dibanding dengan dinegara-negara utara. Kita tanpa sadar justru telah menjadi juru bicara sistem ekonomi pasar bebas yang memberikan peluang bagi kepentingan mereka. Ketika kesepakatan GATT belum diratifikasi, kita pun telah tunduk melatih diri, ibarat “belum ditanya sudah mau“, dan kita dengan mudahnya telah “menari atas kendang orang lain”. Kita tidak hanya gampang kagum atau soft terhadap berbagai hal yang baru, dan bahkan siap mengaku friendly serta bersikap low-profile.
Dalam menghadapi liberalisasi perdagangan melalui apalikasi persaingan bebas, ada baiknya kita waspada dalam menentukan langkah-langkah menghadapinya terutama dalam berbenah diri menyongsong masa depan yang sudah dipastikan memuat ketidakpastian. Ibarat “sedia payung sebelum hujan”, kita semua ini sebagai komponen koperasi Indonesia dituntut bukan saja harus mampu bertahap diri, melainkan sekaligus melakukan perubahan yang mendasar, baik dari sisi kelembagaan maupun sisi usaha yang harus ekonomis.
Makalah ini akan membahas tantangan dan peluang yang dimiliki oleh Koperasi dan UMKM dalam lingkup upaya menghadapi aplikasi dari sistem liberalisasi perdagangan yang terjadi sekarang ini, agar dapat kemudian tetap mampu eksis di masa mendatang.
Potret Koperasi Indonesia Sejak Reformasi.
Telah terjadi perubahan dalam kehidupan perkoperasian nasio nal dalam 10 tahun terakhir ini. Kita memang belum merasa puas dengan prestasi dan berbagai perubahan yang terjadi. Akan tetapi dari sisi opera sional, koperasi sebagai lembaga ekonomi milik rakyat banyak, dan kope rasi sebagai suatu gerakan masyarakat, ternyata kondisi kesehatannya masih memerlukan upaya peningkatan. Diperlukan upaya revitalisasi, yang juga digagas oleh DEKOPIN, karena memang ada beberapa hal yang segera harus dibenahi. Hal mana berkaitan dengan berbagai permasa lahan baik yang terkait dengan faktor internal maupun factor eksternal, di mana dicakup aspek peluang dan tantangan, dan disini dikaitkan dengan berlangsungnya sistem liberalisasi perdagangan.
Data dari Kementerian Koperasi dan UKM, tercatat bahwa pada tahun 1998 koperasi masih berjumlah 59.000 unit dengan anggota sebanyak 19 juta orang, dan setelah kurun waktu 13 tahun kemudian (31 Desember 2011) tercatat sebanyak 188.181 unit koperasi (3 x lebih), dengan anggota sebanyak mencapai 30.849.913 Orang (2 x lebih). Volume usaha mencapai sebesar Rp 97,062.402, 51 juta, dengan modal sendiri Rp 35.794.284,64 juta dan modal dari luar Rp 39.689.952,51 juta. Secara umum perkembangkan koperasi banyak dipacu dengan berkembangnya bantuan dari pemerintah, yang hanya dapat diperoleh kalau organisasi masyarakatnya berupa koperasi.
Pertambahan jumlah koperasi, memang diawali dengan terjadi nya perubahan INPRES, dari yang semula INPRES Nomor 4 Tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan KUD di mana koperasi dapat dibangun di desa hanya satu saja, kemudian digantikan dengan INPRES Nomor 18 Tahun 1998 tentang Peningkatan Pembinaan dan pengem bangan Perkoperasian yang membuat kemudahan masyarakat untuk mendirikan koperasi, asalkan telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 25 Tahun 1992. Sayang perubahan itu tidak cukup terkawal sisi proses maupun pembinaan teknisnya, sehingga berbagai kemudahan untuk mendirikan koperasi justru berdampak tidak mendukung perkuatan kualitas koperasinya. Hal itu memerlukan per-hatian serius, apalagi dalam kaitan dengan berlangsungnya proses liberalisasi perdagangan, yang semakinn menyulitkan para pengurus koperasi dalam mengelola organisasinya.
Dengan bebasnya orang mendirikan koperasi, pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertikal maupun horizontal.
Langkah yang ditempuh oleh DEKOPIN dalam posisinya sebagai organisasi apex bagi gerakan perkoperasian Indonesia adalah melakukan langkah-langkah untuk memotivasi dan mendukung koperasi agar dapat melakukan spesialisasi usaha berdasar jenis usahanya. Dengan jelasnya pengelompokan usaha tersebut maka berbagai kebutuhan pembinaan maupun bantuan yang dibutuhkan dapat menjdi lebih terarah. Hal mana rangkaiannya dilakukan berdasar konsep kegiatan revitalisasi koperasi yang disusun oleh DEKOPIN. Pengelompokan sasaran pemberdayaan koperasi melalui 3 jenis koperasi menjadi sarana penting dalam merealisasikan proses perkuatan penjenisan koperasi dimaksud.
Dengan demikian walaupun dari sisi prestasi ekonomi, lembaga ini masih belum cukup memberikan sumbangan yang berarti, namun dari sisi kualitas keberadaan dan dinamika kegiatannya masih dapat mendukung berbegai program pemerintah, khususnya dalam hal ikut menyediakan lapangan kerja untuk menampung tenaga kerja yang umumnya tergolong dalam kapasitas yang terbatas. Itulah gambaran makro dari posisi perkoperasian kita, yang masih menuntut upaya pembenahan dan pendampingan yang intensif. Itu semua karena koperasi kita msih dalam taraf membangun disiplin dan mencari bentuk operasional yang paling efektif.
Peran Koperasi dan UKM Dalam Krisis Ekonomi.
Belum hilang dari ingatan kita, pada waktu krisis moneter dan ekonomi yang lalu (1997-1998) menghantam Indonesia, dengan akibat banyak BUMS dan BUMN/BUMD mengalami kesulitan. Bahkan ada pula lembaga ekonomi yang sampai harus tutup buku, disertai dengan kon-sekunsi terkendalanya dinamika perekonomian nasional kita. Walaupun demikian perekonomian nasional kita masih mampu berlangsung, karena justru berkat dukungan dari dinamikanya perkoperasian nasional. Perko-perasian kita masih dapat memposisikan dirinya sebagai penyangga dari dinamika perekonomiannya.
Sektor ekonomi rakyat yang dipresentasikan oleh Koperasi dan UKM, termasuk juga sektor informal yang biasanya dianggap “anak bawang”, justru mampu bertahan dalam badai krisis tersebut. Rahasia utamanya adalah karena sumberdaya yang mereka gunakan hampir sepenuhnya tidak tergantung secara berarti pada dinamika lembaga bisnis lainnya. Kemandirian, yang umumnya cukup memperlambat perkembangan organisasinya, justru berhasil menyelamatkan kehidupan Koperasi dan UMKM, sehingga akhirnya dapat berperan aktif sebagai lembaga ekonomi pengganti dalam dinamika kegiatan perekonomian yang sedang mengalami kondisi chaos. Hal itulah yang membuat kondisi perekonomian nasional kita tidak harus melalui masa stagnan. Dalam kondisi relatif buruk seperti itu mereka justru masih mampu menjadi motor penggerak bagi berputarnya roda perekonomian nasional, karena mereka dapat menawarkan lapangan kerja (karena meningkatnya permintaan) yang pada akhirnya mampu mendorong perekonomian nasional sedikit demi sedikit keluar dari krisis setelah beberapa saat.
Berbagai macam usaha rakyat di bawah payung koperasi telah membuat, misalnya para petani produsen komoditi mampu mengekspor diantaranya komoditas: coklat, gaplek, rotan, kopi, dan vanilli. Kondisi saat itu telah membuat mampunya mereka menggeser peran posisi komoditas migas yang mengalami hambatan, khususnya dalam kaitan memasok devisa negara. Data faktual menunjukkan sebagai contoh bahwa harga kakao yang sebelum krisis berada pada kisaran harga sebesar Rp 3.000,- per kg, kemudian naik menjadi Rp 18.000,- per kg. Kondisi serupa terjadi pula pada komoditas lada di mana dari harga sebesar Rp 8.000,- per kg, naik menjadi Rp 80.000,- per kg – dan bahkan pernah juga sampai mencapai Rp 100.000,- per kg. Kopi yang biasanya dibeli pedagang dengan harga Rp 5.000,- s/d Rp 7.000,- per kg, kemudian harus dibeli pada harga Rp 21.000,- oleh konsumen dari luar negeri.
Sementara dalam bidang distribusi, kasusnya berkait dengan meningkatnya harga minyak goreng, telah cukup mengganggu kehidupan masyarakat luas, apalagi sempat pula komoditas ini hilang dari pasaran, pada medio Agustus 1998. Saat itu harga komoditi kebutuhan dasar rakyat ini mningkat mencapai Rp 5.000,- s/d Rp 7.000,- per kg. Kekacauan bertambah akibat dari mekanisme perdagangan yang karena praktik-praktik unfair yang dilakukan oleh para pengusaha swasta, yang justru melakukan upaya mengekspor CPO, karena tergoda oleh tingginya nilai tukar dollar.
Apa yang dilakukan lembaga perkoperasian justru tumbuh dari adanya tantangan dari pemerintah, yang saat itu meminta koperasi agar dapat mengelola masalah minyak goreng agar dapat menstabilkan kem-bali situasi pemasaran dari komoditi minyak goreng dan sekaligus dapat meringankan beban masyarakat. Berkat kesediaan 13 induk koperasi, pada saat itu dibentuk Koperasi Distribusi Indonesia yang menangani bersama msalah tersebut dengan mengembangkan 2500 agen penyalur diseluruh Indonesia. Akhirnya masalahnya dapat ditangani dan harga minyak goreng kemudian dapat ditekan di bawah Rp. 3.000,- per Kg.
Apa yang ingin ditunjukkan disini adalah, bahwa untuk mena ngani masalah nasional, posisi, peran maupun ciri organisasi koperasi, pada hakekatnya dapat dimanfaatkan untuk menangani masalah atau pun memenuhi kebutuhan rakyat, asalkan ada keberpihakan penuh dari pemerintah. Masyarakat perkoperasian nasional kita sangat berha- rap agar semua stakeholders dapat membangun kepercayaannya, sehing- ga dengan cepat siap berpihak pada koperasi. Berbagai peristiwa telah mampu menunjukkan kompetensi koperasi namun demikian, nampaknya hal itu masih perlu ddukung dengan usaha kerasdan prestasi koperasi lainnya. Hal itu pasti dapat ditunjukkan kembali oleh koperasi kita secara bersama, asalkan setiap koperasi bersedia untuk melakukan koreksi ke dalam dirinya, diantaranya dengan membangun disiplin, mengakomodasi kemajuan pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan persatuan (bukan sekedar perkumpulan saja) untuk mena ngani resiko secara bersama. Itulah kekuatan dasar dari koperasi khususnya untuk mengatasi masalah nasional secara bersama.
Keberhasilannya terletak pada kondisi dimana beban dan resi ko yang harus ditanggung kemudian dapat diratakan pada sejumlah besar penyangga yaitu masing-masing anggota, sehingga dengan luasnya lingkupnya area membuat bebannya menjadi lebih ringan, dan akibatnya secara teknis bobotnya menjadi mengecil untuk organisasi bersangkutan. Sayang sekali keberhasilan gerakan koperasi seperti itu, selanjutnya tidak terkawal dengan tertib, baik dan berkelanjutan. Sehingga kesannya keberhasilan hasil kerja keras koperasi sifatnya hanya sementara atau berorientasi sebagai satu proyek biasa.
Kita memerlukan upaya institusionalisasi yang efektif dan berkelanjutan, dan yang harus dilakukan secara efektif. Semua dimaksud agar manakala lembaga ini sampai pada saatnya, justru tidak mengha dapi masalah yang menjadi kelemahannya, karena proses tumbuhnya berbagai masalah. Hal itu biasanya terjadi sebagai dampak perubahan perkembangan organisasi yang tidak kita inginkan. Umumnya dalam ke hidupan organisasi itu akan terjadi proses regenerasi dari berbagai komponennya. Pada saat terjadinya hal itu, lembaga koperasinya menjadi kehilangan daya tahan tumbuhnya, untuk sementara waktu. Kalau hal tersebut dapat diatasi dan juga dapat dikembangkan model untuk menga-komodasinya, maka kesan “peran koperasi sebagai katup pengaman” tidak perlu lagi harus menjadi stigma koperasi sebagai kesan koperasi hanya berfungsi sebagai lembaga yang hanya bertugas untuk member-sihkan sisa pesta.
Koperasi diharapkan mampu menangani hal-hal dimaksud kare na memiliki sistem integratif sesuai jati diri koperasi yang dapat menjadi efektif kalau dapat dikaitkan dengan daya tumbuh, yang dimiliki secara potensial oleh anggotanya. Semua itu diharapkan mampu membangun kompetensinya, terutama dalam kaitan pengembangan rangkaian usaha/ bisnisnya secara kreatif. Mereka harus siap dengan bangga meninggalkan hal-hal yang sudah berhasil ditanganinya, kemudian disusul dengan me-ngembangkan hal-hal lain dalam kaitan menjawab tantangan baru, yang ada atau sengaja dikembangkan. Untuk itu dukungan positif dan terarah dari pemerintah masih tetap diharapkan, tetapi dengan fungsi untuk memperkuat potensi koperasinya. Karenanya berbagai kebijakan seka rang ini perlu diperkuat dan diarahkan agar lebih banyak menunjukkan keberpihakan, khususnya untuk dapat menghadapi berbagai kasus dalam proses liberalisasi perdagangan yang prosesnya semakin menguat, se-bagai akibat dari proses globalisasi. DEKOPIN berkeyakinan tanpa memiliki potensi dan kemampuan mengubah potensi secara mandiri, maka kope rasi akan menjadi sulit untuk berfungsi dan berperan sebagai sarana yang efektif.
Sementara itu dari gambaran ringkas tersebut, tercatat ada tumpuan harapan kepada Pemerintah agar dapat menyelenggarakan program revitalisasi koperasi selama lima tahun mendatang (2012-2017). Program mana hendaknya disertai dengan aplikasi rangkaian kebijakan pemberdayaan dan pendampingan yang intensif untuk menunjukkan pola pemihakan dan sekaligus aplikasi pengendalian yang juga lebih memihak sifatnya, serta benar-benar dapat diarahkan guna membuat koperasi Indonesia ini menjadi lebih tertantang secara konkrit untuk merealisasi kan programnya melayani anggotanya secara konkrit.
Itulah pengalaman yang berhasil kami pelajari selama ini, khu-susnya dalam kaitan menghadapi dan ikut serta untuk membantu menye lesaikan masalah-masalah nasional.
Tantangan dan Peluang Koperasi.
Berbagai perubahan yang terjadi dalam perekonomian nasional, tidak lagi mungkin dipisahkan dari berbagai perubahan yang terjadi dalam perekonomian internasional. Sejak kita menerima globalisasi se-bagai konsep perdagangan internasional, sekarang dan nantinya kita ha-rus mau dan sanggup serta siap untuk menerima berbagai dampak dari aplikasi sistem tersebut secara intensif. Tidak ada peluang lain, yang dapat dilakukan, kecuali hanya dengan memperkuat diri dan mening-katkan kompetensi koperasi dalam berusaha. Hal itu harus dimanfaatkan sebagai pedoman dalam mengembangkan usaha dan kelembagaan perko-perasian nasional, khususnya dalam menghadapi proses liberalisasi perda gangan. Dengan demikian koperasi Indonesia harus dapat membangun wawasan dan kemampuan untuk bergaul luas di samping memupuk ber-bagai potensi yang dimilikinya.
Sikap kreatif dan inovatif, sebagai landasan umum dari kewira- usahaan harus dimiliki baik oleh Pengurus, Pengawas maupun anggota, kalau koperasi memang ingin hidup dalam kondisi liberalisasi perdagang-an yang semakin intensif persaingannya. Semua itu dimaksud untuk mematut diri, dengan hiasan berupa berbagai keunggulan penge-tahuan dan keterampilan yang mengarah untuk memperkuat kompetensi usaha dan kelembagaan koperasi. Hal itu hendaknya dikuasai oleh para Pengelola, Pengawas maupun para Anggotanya. Demikian pula diharap kan selanjutnya akan dapat dibangun kerjasama atau layanan bisnis internal yang efektif sifatnya. Hal itu bermanfaat untuk membangun lan-dasan fanatik nasionalisme dari seluruh anggota koperas maupun masya-rakat, tanpa kecuali dengan orientasi membangun kemandirian nasional. Bagi koperasi yang sudah bekerja sama dengan pihak asing atau perusa haan swasta besar, kegiatannya dapat diarahkan agar mampu mendu kung pemenuhan kebutuhan para anggota koperasi maupun masyarakat yang disekelilingnya. Semangat NKRI misalnya harus mewarnai pengem bangan perkoperasian kita, baik pada sisi pengembangan usahanya maupun pada sisi kelembagaannya, sehingga aplikasi jatidiri koperasi dapat secara efektif berlangsung.
Kalau ada ketentuan yang dampaknya membatasi lingkup pela yanan koperasi, dimana kegiatan koperasi hanya dimaksud untuk mela yani para anggotanya serta sedikit masyarakat di sekitar wilayah kerja nya, maka hal itu harus diingat hanya berlaku untuk masing-masing koperasi. Dengan demikian untuk memperluas layanannya, dapat diakomodasi ketentuan lain, di mana selanjutnya berbagai koperasi tersebut diharapkan akan dapat bekerjasama untuk meningkatkan layanannya dengan memakai ketentuan lainnya dimana koperasi-kope rasi itu dapat membangun kerjasama diantara mereka sendiri, sehingga pasar bagi setiap koperasi akan berkembang secara sama, kalau mereka itu berserikat mengembangkan jalur dan pasar penjualan komoditinya. Hal itu akan dapat meningkatkan layanan anggotanya, sehingga pada dasarnya pelayanan bagi anggota koperasinya jelas akan dapat diperluas, melalui berbagai kegiatan pelayanan kepada para anggota- koperasi pada umumnya.
Dengan demikian batasan yang dihadapi oleh masing-masing koperasi dimuka akhirnya dapat dibuka melalui rangkaian cara bekerja- sama antar koperasi. Apa yang diperoleh adalah tumbuhnya persatuan dari kekuatan yang dibangun oleh kelompok-kelompok masyarakat yang berkoperasi. Hal itu menjadi kekuatan tunggal yang tidak dimiliki oleh organisasi lain, karena pada dasarnya: kebersamaan, tanggung jawab, demokrasi maupun sikap saling menolong, sebagai ciri dari lembaga koperasi.
Kesepakatan tentang globalisasi, secara ringkas berorientasi mewujudkan terjadinya perluasan pasar, dan diharapkan hal itu akan dapat dipenuhi oleh berbagai negara yang bersepakat. Asumsinya mereka diharapkan sudah memiliki kekuatan, yang relatif seimbang, agar masing-masing negara bersangkutan pada akhirnya akan dapat mem-peroleh manfaat melalui upaya globalisasi tersebut. Hal itu secara kon-septual mungkin saja realistik, tetapi dalam praktek ternyata terlalu banyak variabel yang harus dipertimbangkan. Rangkaian komponen itu tidak mungkin dimiliki oleh semua negara dengan tingkat maupun ma cam yang serupa, baik dari bobot maupun lingkup wilayah serta kompo-nen bangsanya. Tidak jarang ada variable yang terkait tetapi ternyata hal itu tidak mudah diperoleh, khususnya untuk negara-negara yang berkem-bang atau sedang berkembang, bahkan bagi negara yang masih belum berkembang.
Hal itu misalnya terkait dengan terbatasnya aspek teknologi yang harus dapat dikuasai oleh koperasi untuk memproduksi komoditi tertentu (yang diperlukan masyarakat banyak atau untuk kepentingan melayani kebutuhan anggotanya). Akibatnya mereka tidak akan mampu bersaing di pasar bebas sebagai wujud dari berlangsungnya liberalisasi perdagangan. Nampaknya hal tersebut juga disadari oleh banyak pemimpin dunia, sehingga aplikasi konsep globalisasi diputuskan untuk dilakukan secara bertahap.
Apa yang sebenarnya dihadapi saat ini adalah bahwa manusia, sedang melakukan percobaan membuka pasar yang sangat luas diser tai dengan kebebasan untuk memanfaatkannya. Dampaknya melalui ter selenggaranya hal itu maka akan terwujud persaingan secara adil dan terselenggara secara terbuka (menurut konsep ekonomi). Asumsinya se mua pihak terkait telah memiliki kekuatan setara walaupun berbeda. Pada akhirnya diharapkan masing-masing pihak di masing-masing wila yah/area akan memiliki masing-masing keunggulan kompetitifnya, yang kalau dipadu dengan keunggulan komparatifnya pada giliranya akan da pat membantu menempatkan mereka itu sebagai salah satu pelaku ekonomi yang perlu dipertimbangkan.
Dengan demikian dunia ini secara teknis operasional akan men-jadi pasar produk hasil berbagai pelaku ekonomi di dunia, sehingga posisi pihak pemasok/produsen berbagai produk tidak mungkin diken dalikan. Di pihak lain pengembangan kemampuan atau kompetensi para pelaku ekonominya, tidak mungkin dapat diseragamkan atau diseta rakan bobotnya. Sebagai konsekuensinya tidak mungkin pula akan ter jadi persaingan yang melibatkan banyak produsen, karena produsen yang mampu bersaing relatif akhirnya juga menjadi terbatas jumlah dan kelas nya. Untuk itu kekuatan akan ditentukan oleh keunggulan kompetitif maupun kompetensi berbisnis. Jadi secara umum keunggulan dimaksud harus mencakup paling tidak berupa: keunggulan dalam upaya peman faatan sumberdaya alam; keunggulan dalam melakukan kegiatan produk si (penerapan teknologi dan manajemen yang canggih); serta kekuatan pengembangan pasar untuk memenuhi kebutuhan konsumen (yang ber ada dari negara-negara miskin sampai yang tercatat kaya).
Karena itu dalam liberalisasi perdagangan, menjadi jelas bahwa dari sisi pasokan, pihak koperasi diharapkan harus unggul dalam hal terkait dengan kompetensi maupun keunggulan di berbagai bidang atau sektor. Perhatian dan keinginan para produsen perlu dipertimbangkan secara terfokus maupun spesifik (produknya harus khas, unggulan mau pun sekaligus memanjakan konsumen). Pemenuhan kebutuhan konsumen di sisi lain, harus dapat pula muncul dari produk yang diperoleh atau dibelinya dari produsen. Dalam hubungan itu koperasi selanjutnya harus dipacu untuk mampu bergerak dan berusaha di sektor riil. Untuk itu diperlukan bukan saja dukungan permodalan yang kuat, melainkan juga dukungan kualitas dan kompetensi pengurus, pengawas maupun para anggotanya, dalam hal kegiata usaha yang dikelolanya, di samping dukungan dari struktur organisasi, khususnya untuk melakukan pengelolaan secara efektif dan berkelanjutan sesuai dengan kekuatannya.
Berapa jauh koperasi nasional kita mampu masuk dan ikut bermain serta ikut menentukan pola layanan melalui pengembangan desain pasar yang ada, sangat tergantung pada hasil pengembangan dari macam, desain maupun komposisi produk yang dihasilkannya. Apakah produknya itu memenuhi kebutuhan konsumen?. Semua itu me-nuntut tersedianya kompetensi koperasi, yang harus berada diatas rata-rata, karena pasar yang akan dijamah sudah pasti memiliki indikator dan target sasaran tertentu, yang harus dipenuhi oleh setiap produsen, tidak perduli dari mana negaranya, termasuk juga untuk mereka yang datang dari Indonesia.
Dari kesemuanya itu diperlukan adanya dukungan pemeritah yang terutama dapat memberikan kemudahan (bukan proteksi), khususnya dalam kaitan proses pemanfaatan sumber daya (eksploitasi) yang ada, serta untuk mengolahnya kemudian menjadi komoditi olahan, termasuk penggunaan teknologi maju. Mereka sangat diharapkan berpotensi dan berkualitas dalam kegiatan mengelola maupun mengem-bangkan aspek kelembagaannya, termasuk juga rangkaian kegiatan usahanya. Untuk itu diperlukan sistem manajemen usaha maupun manajemen pengendalian yang efektif, termasuk penguasaan terhadap sistem monitoring dan evaluasi yang efektif.
Dengan memperhatikan tuntutan kondisi globalisasi seperti itu, yang realisasinya terwujud melalui aplikasi liberalisasi perda gangan (sebagai salah satu wujud kegiatannya), serta di sisi lain mem pertimbangkan aspek kualitas, prestasi maupun kekuatan operasional organisasi perkoperasiannya, termasuk segala kelemahan yang dimiliki.
Dengan makin terbukanya sistem perdagangan, secara khusus akan membuat para pemasok/produsen harus mampu menunjukkan annya. Hal itu dapat terjadi karena umumnya pasar dimaksud memiliki nilai-nilai tertentu, yang dapat dinyatakan dalam berbagai indikator disertai dengan standar target minimum, yang harus dilampaui, agar dapat membantunya menekan persaingan diantara mereka. Itulah tantangan pertama yang harus dapat diatasi, agar koperasi mampu bertahan lebih lanjut dengan cara berada dan berusaha dalam lingkungan kondisi liberalisasi perdagangan. Dalam kaitan itu, DEKOPIN akan melakukan pembinaan perkuatan bagi sejumlah koperasi dengan cara melalui aplikasi program revitalisasi koperasi, yang terfokus pada 3 jenis kelompok koperasi, sebagai sasaran pembinaan (2012-2017), yaitu: Koperasi Simpan Pinjam (KSP); Koperasi Fungsional (KF) atau Koperasi Konsumsi (KK) serta Kopersi Sektor Riil (KSR).
Berikut mereka diharapkan mampu bertahan dalam melalui berbagai kondisi, yang umumnya terwujud karena kondisi yang terbuka melalui aplikasi persaingan yang tajam. Siapa yang tidak kuat, pasti akan tergeser masuk dalam kelas di bawah maupun bahkan mungkin sekali harus keluar dari arena pasar ekonomi lokal. Ke-kuatan organisasi koperasi tidak mungkin untuk diwujudkan secara instant, kecuali dalam organisasi koperasi. Organisasi koperasi memiliki pasar yang pasti (captive market), namun terbatas hanya untuk anggota dari masing-masing koperasi. Itu berarti bahwa pasarnya menjadi agak terbatas. Akan tetapi kalau kemudian digunakan prinsip kerjasama antar koperasi dapat dilakukan de-ngan efektif, maka masalahnya menjadi terpecahkan. Prosesnya dapat dilakukan melalui membangun kerjasama antar koperasi maupun membentuk organisasi sekunder. Perluasan pasar mungkin diwujudkan melalui konsep melayani anggota koperasi lainnya. Kondisi seperti itu akan menjadi semakin luas, dengan melalui pemanfaatan rangkaian ketentuan dan aplikasi ciri kope rasi, walaupun tetap saja komitmen dari para pihak dalam kesepa katan bersama perlu dipenuhi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hal itu mungkin diwujudkan?. Konsep kebersamaan, tanggung jawab sosial, demokrasi sebagai ciri jatidiri koperasi hendaknya diterapkan secara konsisten pada seluruh organisasi koperasi sebagai satu gerakan kembali pada jatidiri koperasi.
Pada penutup makalah ini, saya akan mengutip pidato arsitek perekonomian bangsa Indonesia, Mohammad Hatta dihadapan masyarakat Medan 62 tahun lalu (21 November 1950) yang menurut saya hingga saat ini masih relevan, yaitu :
“Walau kota sekarang telah merdeka,
Kita belum mencapai apa yang kita tuju, ialah….
Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Mencapai negara yang dapat memenuhi keadilan sosial,
Itulah tujuan kita.
Kemerdekaan,
Hanyalah satu cara supaya kita bisa menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan.
Kemerdekaan dengan kekuasaan itu kita bisa menyelenggarakan apa yang selama ini menjadi cita-cita rakyat kita.
Indonesia yang merdeka dan berdaulat telah kita selenggarakan.
Tinggal lagi pekerjaan yang lebih berat, yaitu mencapai Indonesia yang adil dan makmur.
*) Makalah disampaikan pada Rapat Koordinasi Nasional Koordinator Bidang Koperasi dan UKM DPP Golkar, diselenggarakan di Hotel Regent Park – Malang, tanggal 15 Maret 2012 oleh H.A.M. Nurdin Halid, Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).
Alamat: Wisma NH
Jalan Raya Pasar Minggu No. 2 B-C
Pancoran, Jakarta Selatan
✉️ info@thenurdinhalidinstitute.com