Nurdin Halid merupakan salah satu tokoh yang dikategorikan sebagai transformational leader. Hal ini tercermin dari berbagai langkah gerak yang dilakukannya dalam memimpin organisasi. Sejumlah tokoh dunia bisa disebut sebagai contoh yang dikenal sebagai transformational leader ini, salah satunya adalah Mustafa Kemal Atatürk. John William Gardner dalam bukunya berjudul On Leadership (1990), menyebut “mau menerima dan memikul tanggungjawab” sebagai salah satu dari 15 ciri pokok pemimpin efektif (effective leader). Ciri lain kepemimpinan efektif ialah vitalitas fisik dan stamina, intelijen, bertanggung jawab, kemampuan adaptasi dan fleksibilitas.
Khusus kedua ciri terakhir, Gardner menyebut Mustafa Kemal Atatürk, Bapak Republik Turki dan Pahlawan Kemerdekaan Turki, sebagai model. Mengenai hal ini, Gardner menyebutkan: ‘’It was said of Kemal Ataturk, the greatest figure in modern Turkish history, that he could shift swiftly and without second thought from a failing tactic to another approach, and if that did not work, to still another. Whether the fields of action was war or diplomacy or domestic governance, he rarely clung to an approach that was not producing results. His goals were stable but his tactics flexible.’’
Gardner juga mencatat bahwa Mustafa Kemal Atatürk adalah model pemimpin yang membawa pembaharuan dan mengubah sejarah negara, rakyat, pemerintahan, dan bangsanya. Masih ada sejumlah indikator lain, Mustafa Kemal Atatürk tergolong pemimpin efektif dan strategis militer. Mustafa Kemal Atatürk memenuhi kriteria transformational leader yang efektif karena memiliki kekuatan visi, keahlian retorika melalui pidato-pidato, memahami misinya yang jelas, sangat percaya diri, intelijen, dan memiliki harapan tinggi terhadap perubahan masyarakatnya. Hal terakhir ini menunjukkan komitmen dan tanggung jawab Mustafa Kemal Atatürk sebagai seorang pemimpin sejati dan efektif.
Mustafa Kemal Atatürk kini termasuk salah satu icon kepemimpinan di bidang militer dan politik dunia. Awal abad 21 ini, Mustafa Kemal Atatürk tidak hanya dikenang dan dikenal karena Presiden pertama Republik Turki dan Bapak Pendiri Republik Turki yang mengakhiri ratusan tahun Kekaisaran Ottoman di Turki. Lebih dari itu, Mustafa Kemal Atatürk diakui oleh dunia, baik Eropa, AS, dan Asia, sebagai seorang komandan militer yang intelijen, cerdas, bertanggungjawab, disiplin, dan sangat lihai.
Khususnya pada masa Perang Dunia I, Letkol infanteri Mustafa Kemal Atatürk berhasil mengalahkan pasukan Inggris dan mempertahankan Gallipoli dan melindungi Istanbul dari perebutan oleh pasukan Inggris. Melalui taktik dan strategi jenius, ia menjadi hero rakyat Turki yang memukul pasukan Inggris, termasuk Anzacs dari Australia dan Selandia Baru.
Pada saat Great Depression melanda ekonomi dunia, Amerika Serikat, Eropa, dan Asia, Mustafa Kemal Atatürk membuat banyak terobosan. Terobosan Mustafa Kemal Atatürk ini berlangsung selama periode Great Depression tahun 1929–1931. Seperti halnya negara-negara lain, Turki di bawah Mustafa Kemal Atatürk juga sulit mendanai impor-impor, nilai tukar merosot, dan oposisi politik.
Mustafa Kemal Atatürk mengubah paradigma dan perspektif ekonomi Turki melalui Partai Republik Liberal yakni monopoli negara diakhiri, menarik kapital asing, dan investasi dipacu. Sehingga lahir satu model kapitalisme negara (state capitalism) tahun 1931–1939 sebagai jalan tengah dari kapitalisme dan sosialisme (Barlas, Dilek, 1998). Untuk menyelesaikan utang pemerintahan Ottoman, tahun 1929 Mustafa Kemal Atatürk membuat perjanjian dengan Ottoman Debt Council. Melalui perusahaan swasta dari AS, Mustafa Kemal Atatürk mendapat kredit senilai 10 juta dollar AS dan melaksanakan program ekonomi terpadu Turki.
Ikhtiar swastanisasi digalakkan oleh Mustafa Kemal Atatürk melalui pabrik-pabrik tekstil, gula, kertas, besi, pembangkit listrik, bank, dan perusahaan asuransi. Mustafa Kemal Atatürk membangun industri otomotif yang sebelumnya tidak ada. Mustafa Kemal Atatürk juga mengakui pentingnya aviasi dan menyatakan: “the future lies in the skies!” Pada tahun 1925, Mustafa Kemal Atatürk membangun Turkish Aeronautical Association. Tahun 1932, Kemal Mustafa Atatürk menyaksikan pesawat nasional pertamanya MMV-1, yang baru berhasil dibuat oleh Republik Indonesia pada tahun 1990-an.
Kiprah Nurdin sebagai Transformational Leader
Kata kunci dari setiap transformational leader ialah perubahan. Tanggung jawab dan disiplin serta sanksi itu ditempatkan dalam konteks perubahan itu. Begitulah pergulatan sepanjang rentang sejarah Republik Turki untuk Mustafa Kemal Atatürk. Dalam beberapa hal, itu pula pergulatan dan impian dari Nurdin Halid sejak kecil. Misalnya, sebagai seorang yang bertipe transformational leader, Nurdin Halid merasa bertanggung jawab atas perubahan nasib adik-adiknya dan rekan-rekan kuliahnya ke arah kondisi kehidupan yang lebih baik.
Kiprah Nurdin Halid sebagai transformational leader di bidang politik kurang lebih memberi gambaran tentang praktek politik yang bertanggung jawab itu. Selepas kuliah pada tahun 1983, Nurdin Halid masuk ke organisasi KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) Tingkat I Sulawesi Selatan. Di lembaga yang menjadi induk dari berbagai organisasi kepemudaan itu, Nurdin Halid menjadi pengurus selama dua periode antara 1983 hingga tahun 1987.
Kemudian Nurdin Halid berkiprah di Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Tingkat I Sulawesi Selatan sampai menduduki posisi Ketua AMPI Sulawesi Selatan. Ketika menjadi Ketua AMPI Sulawesi Selatan, Nurdin Halid mencanangkan sebuah konsep/gagasan pengentasan kemiskinan yang dia beri nama Gerakan Pembaruan Kelompok Ekonomi Lemah (Gankemah). Gagasan tersebut mendapatkan respons yang luar biasa dari pengurus AMPI dan pengurus Golkar se-Sulawesi Selatan.
Melalui terobosan-terobosan itu, Nurdin Halid merintis perubahan sosial, ekonomi, dan politik di kalangan kaum muda di desa-desa dan mengubah citra AMPI Sulawesi Selatan. AMPI bukan lagi semata-mata menjadi gerbong politik untuk meraih kekuasaan dan petualangan politik. Di bawah arahan Nurdin Halid, AMPI Sulawesi Selatan akhirnya mampu menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dan peran politik untuk perubahan menuju kesejahteraan rakyat. AMPI menjadi an agent fo change.
Nurdin Halid juga aktif dalam organisasi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Sulawesi Selatan. Karir Nurdin Halid, seperti halnya karir Nurdin Halid di koperasi, merangkak dari tangga terbawah. Pada tahun 1988, Nurdin Halid masuk dalam struktur kepengurusan DPD Golkar Sulawesi Selatan sampai akhirnya terpilih menjadi anggota DPR RI. Sejak itu, Nurdin Halid sering meninggalkan Sulawesi Selatan dan menggeluti kesibukan baru di Jakarta. Motivasi Nurdin Halid aktif di Golkar dan DPR RI, antara lain karena melalui Golkar, Nurdin Halid hendak memperjuangkan program-program yang jelas, terarah, akuntabel, dan patuh hukum untuk penguatan ekonomi rakyat melalui koperasi.
Bagi Nurdin Halid, program perubahan nasib rakyat adalah kalimat kunci dari transformational leader. Saat menjadi anggota DPR RI, Nurdin Halid melihat adanya peluang yang lebih besar untuk memperjuangkan nasib rakyat. Bahkan, Nurdin pun berani keluar dari Golkar jika partai tersebut tidak menunjukkan keberpihakannya pada ekonomi rakyat.
Nurdin Halid juga membayangkan dirinya seperti sejumlah hero Bangsa. Hal itu sering membawa Nurdin Halid menyukai pelajaran-pelajaran sejarah kepahlawanan. Nurdin, misalnya, seringkali membaca pelajaran sejarah Indonesia, khususnya membaca dan mendengar kisah para pahlawan bangsa dan pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurdin ingin menemukan tokoh idolanya yang memberinya ilham dalam pelajaran sejarah itu. “Tokoh yang paling saya sukai adalah Bung Karno. Saya sangat kagum karena ia benar-benar pemimpin Bangsa ini,” katanya tentang tokoh idolanya pada masa kecil.
Daya impiannya dan idolanya pada Bung Karno dan para pahlawan kemerdekaan Bangsa NKRI lainnya juga mendorong Nurdin Halid sangat aktif dalam banyak kegiatan luar sekolah. Misalnya, Nurdin Halid mengikuti kegiatan Pramuka hingga tingkat Nasional dan Paskibra. Dari kegiatan dan kesibukan-kesibukannya itu, Nurdin Halid sering merasa bangga. Rasa bangga dan cintanya pada Tanah Air NKRI sering muncul dalam sela-sela kegiatan itu.
Bagi Nurdin Halid, kegiatan-kegiatan itu banyak membawa manfaat. Selain mengokohkan rasa cinta tanah air NKRI, kegiatan Pramuka dan Paskibra melatih Nurdin Halid untuk selalu disiplin, belajar bekerjasama dengan orang lain, solider, dan luwes bergaul. Nurdin Halid tumbuh sebagai anak-gaul yang suka berorganisasi dan pintar berorasi di kalangan rekan-rekannya. Transformational leader seperti Mustafa Kemal Atatürk dan dalam beberapa hal seperti Nurdin Halid, tidak ingin terjebak pada pandangan determinis dari Oswald Spengler. Dalam bukunya, The Decline of the West, Spengler berpendapat bahwa peradaban-peradaban patah-tumbuh, hilang-berganti, dan runtuh-bangkit mengikuti suatu siklus alam dan tidak terelakan.
Sebagai agent of change atau agen perubahan dan transformasi, para pemimpin transformasional umumnya berpandangan seperti ahli sejarah Arnold J. Toynbee. Bahwa suatu peradaban mungkin lestari, bangkrut, atau mati suri bergantung pada berbagai tantangan yang dihadapinya dan bagaimana para pemimpin dan masyarakatnya menanggapi tantangan-tantangan itu.
Sejarah masing-masing unit perabadan, bagi Arnold Joseph Toynbee, mestinya tidak lebih dari interaksi “challenge-and-response”. Peradaban akan tumbuh, bangkit, dan lestari ketika para pemimpinnya menanggapi beberapa tantangan ekstrim yang mungkin sangat sulit. Ketika “kelompok-kelompok minoritas” sebagai pimpinan mendesain respons dan menyusun solusi-solusi atau inovasi baru mengatasi berbagai tantangan di masyarakat, mereorientasi seluruh masyarakat itu, dari situ bangkitlah peradaban.
Menurut Toynbee, tantangan dan respons itu bisa sangat tampak secara fisik. Misalnya, ancaman serangan bangsa Mongol terhadap Kekaisaran Cina zama dahulu, memicu bangkitnya peradaban Tembok Besar dari RRC sejak dulu sampai sekarang.
Diilhami oleh gagasan Ibnu Khaldun melalui karyanya, Muqaddimah, tentang pertumbuhan dalam sejarah universal umat manusia, Arnold J. Toynbee berpendapat bahwa peradaban bukanlah sesuatu yang tidak dapat diinderai (intangible) atau tidak dapat diubah (unalterable). Setiap pemimpin dan kelompok kecil yang kreatif berhasil membuat inovasi untuk mengatasi berbagai tantangan baru di masyarakat, dari situ lahirlah peradaban baru. Sedangkan ganjarannya ialah pertumbuhan yang berkelanjutan (sustainable growth). Sebaliknya, setiap respons negatif akan memicu bangkrutnya satu unit peradaban manusia di muka bumi. Itu pula ganjaran dan sanksinya.
Sebagai seorang yang memiliki ciri transformational leader, dari pengalaman individualnya sejak duduk di Sekolah Dasar, Nurdin Halid mengetahui bahwa setiap disiplin, kerja keras, dan tanggung jawab karya yang dijalankan akan disertai ganjaran. Di sisi lain, karya-karyanya juga melahirkan inovasi baru untuk memecahkan masalah masyarakat di sekitarnya. Ketika ia gagal, maka ia tidak menerima aplaus. Tetapi, ketika ia berhasil, seperti menciptakan lapangan pekerjaan bagi kaum muda di desa-desa tertinggal, Nurdin Halid menerima aplaus dari masyarakat, pemerintah, rekan-rekannya dan pers.
Dalam skala kecil, sejak duduk di SMEP Watampone, Sulawesi Selatan, Nurdin Halid sudah membangun ‘Tembok Besar’ ala kaisar-kaisar Cina zaman dahulu. Ancaman dan tantangannya bukanlah serangan dari orang-orang Mongol. Tetapi, tantangannya ialah mengubah standar hidup, memperbaiki kondisi ekonomi, dan menjamin survival pada masa-masa datang, khususnya di bidang ekonomi.
Untuk mengubah standar hidupnya di bidang ekonomi, sejak dini, Nurdin Halid mempelajari ilmu ekonomi. Berikutnya, Nurdin Halid mempersiapkan diri dengan merajut pengalaman kerja nyata di sektor koperasi. Karena ia telah mengetahui sejak duduk di bangku sekolah kelas V SD bahwa koperasi dapat membantu rakyat yang miskin dan lemah ekonominya. Respons dan antisipasi Nurdin Halid menghadapi tantangan masa depan dirinya, keluarga, kolega, dan anggota organisasinya itu melahirkan beragam inovasi, kerja keras, impian, dan imajinasi. Dari respons-respons seperti itulah, lahir peradaban-peradaban baru di lingkungan Nurdin Halid di sektor olahraga seperti sepakbola, bisnis, dan koperasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Transformational leader seperti halnya Mustafa Kemal Atatürk dan Soekarno di bidang politik (state building), ketatanegaraan, dan nation-building, atau Nurdin Halid di sektor koperasi dan sepakbola, adalah para bilders dan titan peradaban dunia. Mereka adalah contoh dari perancang peradaban umat manusia. Mereka tidak mempercayai bahwa peradaban itu memiliki siklus hilang-berganti atau patah-tumbuh yang tidak terelakkan. Mereka mempercayai bahwa kerja keras, ridho Allah, bertanggung jawab, intelijens, fisik prima, visi kuat, misi jelas, fleksibel, dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, situasi dan kondisi akan menentukan sejarah peradaban umat manusia. Kapan saja dan di mana saja.
Penulis: Yosef Tor Tulis
Alamat: Wisma NH
Jalan Raya Pasar Minggu No. 2 B-C
Pancoran, Jakarta Selatan
✉️ info@thenurdinhalidinstitute.com