Perjuangan Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Nurdin Halid untuk menegakkan Ekonomi Pancasila, Ekonomi Gotong-Royong, Ekonomi Konstitusi dimulai. Dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Kementerian Koperasi, Nurdin Halid yang duduk sebagai Wakil Ketua Komisi VI berbicara dengan gaya khasnya yang lugas tanpa basa-basi sebagai aktivis koperasi. Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi tampak dengan serius mencermati kalimat demi kalimat Nurdin Halid. Sesekali ia tampak mencatat di notebooknya.
Simak isi lengkap ‘pidato politik’ politisi senior Partai Golkar itu.
________________________________________
Seluruh penggiat koperasi di Indonesia berbahagia dan bangga telah lahir seorang pemimpin yang menganut paham Ekonomi Pancasila, Ekonomi Konstitusi. 98 tahun kita merdeka, kemiskinan dan pengangguran masih banyak, kesenjangan dan stunting di mana mana karena kita tidak setia menjalankan Ekonomi Konstitusi Pasal 33.
Saya punya pengalaman panjang di koperasi, dimulai sejak 1980 sebagai manajer KUD, lanjut jadi Dirut Puskud, naik lagi jadi Induk KUD, Ketua Umum Dekopin, Presiden ACO, vice president ICA AP.
Kita memandang koperasi selama ini hanya dipandang sebagai sistem ekonomi saja, padahal koperasi juga sistem nilai.
Mengapa? Karena ada titik temu antara nilai-nilai koperasi dan nilai-nilai yang membentuk sebuah negara. Negara dan koperasi dibangun di atas nilai-nilai yang sama yaitu nilai kesetaraan, keadilan, dan yang paling penting ialah ada nilai kesejahteraan sosial.
NKRI dibangun di atas nilai-nilai itu seperti tertera dalam Sila V Pancasila ‘Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 2945 tertulis tujuan ketiga NKRI ‘Memajukan Kesejahteraan Umum’. Ideologi sosial ekonomi itu lantas turun ke Pasal 33 dan 34 dengan judul bab ‘Kesejahteraan Sosial.’
Dalam konteks sosial ekonomi, nilai keadilan dan kesejahteraan sosial hanya dimiliki koperasi, tetapi tidak dimiliki oleh perusahaan swasta (PT).
Oleh karena itu, saya mengapresiasi tekad Pak Menteri memajukan dan membesarkan koperasi sebagai ideologi sosial ekonomi Bangsa ini sebagai mana diamanatkan Konstitusi Pasal 33. Hanya dengan jalan koperasi, maka bisa tercipta keadilan dan kesejahteraan sosial yang terpatri dalam Pancasila dan selalu didengungkan Presiden Prabowo Subianto.
Saya sepakat dengan Pak Menteri bahwa orientasi pembangunan koperasi bukan pada jumlah badan usaha koperasi tetapi pada jumlah orang individu yang menjadi anggota koperasi. Ini pekerjaan tidak mudah karena koperasi kita menghadapi berbagai kendala struktural, termasuk dominasi kapitalisme.
Untuk itu, perlu dibuatkan roadmap yang jelas. Dalam implementasinya, Pak Menteri misalnya harus mendorong untuk melakukan Surat Keputusan Bersama dengan menteri perdagangan dalam hal distribusi. Selama ini alokasi ekonomi kita dalam perdagangan terjadi ketidakadilan bagi koperasi. Misalnya, impor hortikultura, Pak Menteri bisa cek, berapa banyak koperasi yang bergerak di situ. Sebanyak 99 persen dijalankan pihak swasta.
Sekarang ada program strategis Bapak Presiden dalam hal ketahanan pangan dan energi hijau. Makan Bergizi Gratis. Ini akan menggerakkan ekonomi rakyat di level terbawah, di level akar rumput. Tetapi kalau tidak ada keberpihakan dalam alokasi ekonomi terhadap koperasi dalam program-program tersebut, maka koperasi tidak akan bergerak ke mana-mana, koperasi masih akan seperti sekarang.
Oleh karena itu, Bapak juga harus melakukan SKB dengan kementerian pertanian, terkait impor sapi, impor susu, pengadaan sapi perah, itu harus melibatkan koperasi.
Semua itu sesuai dengan Tap MPR yang Bapak kutip dan tadi Mbak Rieke tadi telah menyampaikan dengan sangat gamblang.
Kemudian dengan Kementerian Perdagangan, distribusi pupuk misalnya, harus dilakukan redistribusi dalam hal tata niaganya.
Di zaman Orde Baru, suka tidak suka, saat itu tata niaganya sudah benar dan itu sesuai Pasal 33 Ayat 1. Misalnya, distribusi pupuk oleh Koperasi. Oleh karena itu, perlu diperbaiki sedikit program prioritas. Jadi, bukan hanya soal pengadaan pupuk, tetapi pengadaan dan penyaluran saprodi. Di situ ada pupuk, di situ ada obat hama, ada benih. Kemudian pengadaan gabah dan beras. Saya 25 tahun urus gabah dan beras petani Pak sebagai orang KUD dan Puskud, sehingga paham betul.
Jadi, koperasi bisa menjalankan program hilirisasi produk rakyat karena koperasi bisa bergerak dari hulu ke hilir mulai dari pengadaan sebagai prodesen, penyaluran sebagai distributor, tapi juga pengolahan. Dalam proses hilirisasi itulah Pemerintah bisa melakukan intervensi berbagai program dan bantuan hibah melalui untuk petani, peternak, nelayan. Maka, bukan hanya kesejahteraan rakyat bawah yang meningkat, ambisi mencapai swasembada pangan dan energi bersih juga bisa diwujudkan. Bahkan Program Makan Bergizi Gratis pun akan menjadi pasar bagi produk rakyat yang bergabung dalam koperasi.
Nah, mengapa kontribusi koperasi kita terhadap PDB hanya 6 persen sedangkan negara-negara kapitalis seperti Korea Selatan bisa 20 persen? Saya pernah menunjau koperasi perikanan dan koperasi pertanian di Korsel. Meski negara liberal kapitalistik, mereka punya keberpihakan terhadap koperasi.Di Korsel, dengan keputusan pemerintah, semua ikan hasil tangkapan nelayan masuk ke mal khusus ikan. Dari situ, jaringan koperasi distribusi kan ke masyarakat Korea.
Nah, kita punya regulasi yang jelas mulai dari Konstitusi UUD 1945, ada TAP MPR. Jadi Pak Menteri, kami percaya dengan kerja keras Pak Menteri dengan seluruh jajaran, koperasi akan maju dan besar. Karena jiwa koperasi dalam diri Pak Prabowo sangat kuat yang turun dari Bapaknya Prof Soemitro Djojohadikusumo dan Kakeknya Margono.
Kita harus bangga dan sepantasnya kita bersyukur dan berterima kasih karena Presiden kita berjiwa koperasi.
Oleh karena itu Pak Menteri, masuknya Kemenkop di bawah Kemenko Pemberdayaan Masyarakat merupakan sebuah kekeliruan besar. Koperasi adalah badan usaha ekonomi. Di dalam perekonomian ada pemberdayaan masyarakat karena insutusi ekonomi koperasi bertujuan menyejahterakan masyarakat.
Bukan sebaliknya, di dalam pemberdayaan masyarakat ada ekonomi. Jadi, Pak Menteri tolong yakinkan Bapak Presiden soal perspektif ini bahwa posisi yang tepat bagi Koperasi adalah di bawah Menko Perekonomian. Bukan di bawah Menko Pemberdayaan Masyarakat.
Pasal 33 ayat 1 saja diawali dengan frasa: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.’ Bangun usaha yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Tap MPR juga secara tegas menyatakan koperasi adalah pilar utama perekonomian nasional.
Jadi, kekeliruan itu perlu diluruskan Pak Menteri karena pengaruhnya nanti bisa luas ke mana-mana.
Kedua, kami mendukung salah satu program Pak Menteri untuk mengembalikan status kementerian koperasi ke level dua. Bukan di level tiga seperti sekarang. Sebagai Ketua Umum Dekopin, soal ini sudah selalu saya suarakan di berbagai forum. Posisi level dua bukan hanya soal anggaran naik hingga di atas Rp 2 triliun tetapi juga daya jangkau dan rentang kendali Kemenkop bisa sampai ke kabupaten/kota.
Ketiga, terkait alokasi sumber daya ekonomi yang kapitalistik dan meminggirkan posisi koperasi, saya juga mendorong agar Pak Menteri memperjuangkan di era Presiden Prabowo lahirnya UU Sistem Perekonomian Nasional yang merupakan turunan langsung dari Pasal 33 UUD 1945. Sejak Indonesia merdeka, kita belum pernah memiliki UU yang membuat rancang bangun sistem perekonomian nasional yang diperintahkan Pasal 33. Akibatnya, semua penyusunan UU sektoral cenderung liberal kapitalistik karena tak ada payung hukum yang mengurai Pasal 33 sehingga setiap orang bisa menafsir Pasal 33.
Dengan adanya UU Sistem Perekonomian Nasional yang tegak lurus dengan Pasal 33, maka semua UU sektoral yang terkait ‘bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya akan ditata ulang’ sehingga sejalan dengan idelogi Ekonomi Pancasila, Ekonomi Gotong Royong, Ekonomi Pasal 33.
Kemudian tadi ada pandangan tentang KUD. Saya perlu luruskan Pak Menteri. Saya puluhan tahun hidup dan mengurus KUD hingga Puskud dan Inkud. Tidak benar KUD itu jelek sehingga muncul frasa KUD sama dengan Ketua Untung Duluan. Saya pelaku dan saksi sejarah, hanya sekitar 15 persen saja praktek KUD yang buruk. Selebihnya baik sehingga sejarah mencatat kita bisa swasembada beras akhir tahun 1980 an berkat peran KUD. Ketika krisis moneter melanda negeri ini tahun 1998 di mana para konglomerat kabur semua ke luar negeri, maka koperasi lah yang tampil sebagai penyelamat. Tatkala negara ini bangkrut tahun 1998 hingga tak bisa impor sekarung beras pun akibat tidak punya cadangan devisa, koperasi lah yang menyalurkan sembako produk rakyat ke tengah masyarakat.
Tapi bagaimana perlakuan negara terhadap koperasi? Utang para konglomerat sekitar Rp 600-an triliun kemudian diurus oleh negara lewat BLBI. Namun utang koperasi saat itu yang cuma Rp 7 triliunan tidak diurus sampai sekarang. Ini bukti nyata perlakuan tidak adil terhadap koperasi.
Sudah lama Dekopin perjuangkan ini tapi gagal. Beruntung, Presiden Prabowo melihat ketidakadilan ini sehingga utang petani berupa KUT (Kredit Usaha Tani) sudah dihapuskan.
Perjuangan Dekopin untuk mengeluarkan nomenklatur UKM dari Kementerian Koperasi dan UKM akhirnya dijawab juga di bulan pertama pemerintahan Presiden Prabowo – Gibran. Tidak benar Koperasi disejajarkan dengan UKM yang adalah usaha individual istik. Sebab, koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat di mana UKM termasuk di dalamnya sebagai anggota.
Dan, semoga UU Koperasi yang baru bisa dilahirkan dalam 100 hari pemerintahan Prabowo – Gibran. Kita berharap ketentuan dalam UU Cipta Kerja yang mensyaratkan Koperasi boleh didirikan oleh 9 orang dihapus karena menbuka peluang lebar bagi dengan mudah sekelompok rentenir membentuk koperasi simpan pinjam.
Yang terakhir Pak Menteri, saya perlu garisbawahi bahwa 60 juta UMKM kita adalah pasar yang besar bagi Koperasi. Itu adalah calon anggota Bapak Menteri untuk meningkatkan jumlah anggota koperasi seperti target Pak Menteri. Jadi Pak Menteri juga perlu buat SKB dengan Kementerian UKM agar mereka semua memperkuat usaha mereka dalam wadah koperasi. Negara wajib membina UMKM tetapi negara juga harus mengarahkan mereka bergabung dalam koperasi.
Misalnya, petani bergabung dalam koperasi petani, nelayan dalam koperasi nelayan, pengrajin dalam koperasi pengrajin dst. Dengan bergabung dalam Koperasi maka usaha mikro bisa cepat naik ke usaha kecil, usaha kecil naik ke usaha menengah dan usaha menengah naik menjadi usaha besar.
*****
Alamat: Wisma NH
Jalan Raya Pasar Minggu No. 2 B-C
Pancoran, Jakarta Selatan
✉️ info@thenurdinhalidinstitute.com