Membangun Indonesia Dari Pinggiran Melalui Koperasi
Oleh: H.A.M Nurdin Halid
Membangun Koperasi, Koperasi Membangun. Itulah judul salah satu pidato paling popular dari Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia. Dengan membangun koperasi secara berkualitas, Bung Hatta yakin koperasi akan mampu mensejahterakan seluruh rakyat negeri ini. Keyakinan itu pula yang mendasari Bung Hatta dan para perumus Konstitusi UUD 1945 menempatkan koperasi pada posisi sangat strategis dalam Konstitusi kita: Ayat (1) Pasal 33 – “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.”
Rumusan Pasal 33 yang brilian dari Bung Hatta sejalan dengan visi agung Bung Karno tentang “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dalam Sila V Pancasila yang diturunkan dalam salah satu Tujuan Negara RI “Memajukan Kesejahteraan Umum.”
Gerakan Koperasi yang dimotori Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) mendukung penuh Program Nawa Cita Pemerintahan Presiden Jokowi-Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai penjabaran nilai-nilai moral dalam Pancasila, UUD 1945, maupun Ajaran Trisakti Bung Karno, yaitu berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam bidang budaya.
Bentuk dukungan itu tertuang dalam Visi 2045 Koperasi Pilar Negara untuk mewujutkan Negara Kesejahteraan tahun 2045, tepat di usia 100 tahun Indonesia Merdeka. Dengan visi besar itu, gerakan koperasi Indonesia ingin mengembalikan posisi sentral koperasi seperti diamanatkan Konstitusi, yaitu alat yang paling cocok untuk menggapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat, yang saat ini mayoritas miskin dan tinggal di desa-desa pedalaman, di pegunungan, di daerah pesisir serta pulau-pulau kecil dan terpencil.
Dalam spirit ‘usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan’ yang dikehendaki Pasal 33, Dekopin menginginkan tiga pilar ekonomi — Koperasi-BUMN-Swasta — disusun sedemikian rupa agar ketiganya BEKERJA BERSAMA-SAMA dalam SEMANGAT KEKELUARGAAN. Dekopin meyakini, kesejahteraan seluruh rakyat tidak akan pernah terwujut jika tata-ekonomi kita dibiarkan ‘tersusun’ sesuai doktrin pasar bebas. Salah satu wujut konkritnya, bagaimana badan usaha pemerintah (BUMN) dan swasta (BUMS) yang memiliki modal cukup membagi saham dengan masyarakat lokal, tempat badan-badan usaha itu beroperasi. Atau, membina koperasi-koperasi sekitar kawasan perusahaan dengan memakai dana corporate Social responsibility (CSR).
Di sisi lain, Visi Dekopin 2045 menginginkan dana untuk pemberdayaan masyarakat ‘bawah’ dan ‘kecil’ yang tersebar di 24 kementerian dan lembaga dimanfaatkan dengan memakai ‘organisasi rakyat’ bernama KOPERASI. Dekopin meyakini, jika memakai lembaga koperasi yang dimiliki para anggotanya, dana-dana yang tersebar itu akan lebih efektif dan efisien dalam memberdayakan dan meningkatkan kualitas hidup petani, peternak, pekebun, petambak, nelayan, buruh, hingga guru dan karyawan kecil di desa-desa.
Demikian juga Dana Desa sebesar Rp 41 triliun yang mengalir ke 74.500 desa tahun ini, Dekopin menawarkan agar memanfaatkan lembaga ekonomi koperasi di desa-desa yang sudah teruji eksis di tengah krisis, aturan main organisasinya sederhana, jelas, dan setara, serta menghendaki partisipasi para anggota sebagai pemilik sekaligus pengguna atau pelanggan. Pengucuran Dana Desa kiranya menjadi momentum untuk menghidupkan kembali koperasi-koperasi rakyat di desa-desa di seluruh Tanah Air.
Jika gagasan ini direstui, Dekopin dibantu oleh Kemenkop siap menggerakkan Lapenkopda-lapenkopda dengan 4.000 ribu pemandu di seluruh Indonesia untuk melakukan pendidikan, pelatihan, dan pendampingan koperasi-koperasi primer di tingkat desa. Inilah komitmen gerakan koperasi mendukung Visi “Membangun Indonesia dari Pinggiran” yang dicanangkan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Dekopin bercita-cita agar koperasi-koperasi kita berkembang hebat seperti di negara-negara Skandinavia, atau koperasi pertanian di Jepang, koperasi ikan di Korea Selatan, koperasi perumahan dan listrik di Amerika Serikat, koperasi peternakan di Australia, koperasi konsumsi berbasis ritel di Singapura, bank koperasi dan koperasi asuransi di Belanda dan negara-negara Eropa Barat lainnya.
Dekopin berani menawarkan lembaga ekonomi koperasi untuk pemberdayaan masyarakat karena Dekopin memiliki struktur dari pusat hingga tingkat desa, terdapat 4.000 lebih pemandu dan pelatih koperasi yang tersebar di seluruh Nusantara. Seperti argumentasi para perumus Pasal 33 UUD 1945 yang dipimpin Bung Hatta, koperasi memang sangat cocok dan disukai oleh masyarakat Indonesia. Hal itu tergambar dari data bahwa saat ini ada 147 ribu koperasi aktif dari total 210 ribu koperasi yang berbadan hukum, dengan jumlah anggota sekitar 38 juta orang. Dan, lebih dari 100 juta orang yang berkoperasi walau tidak berbadan hukum koperasi, seperti koperasi-koperasi kecil di desa-desa, kelurahan, sekolah-sekolah, kampus, hingga koperasi-koperasi karyawan.
Dekopin sungguh menyadari berbagai kelemahan dan kekurangan koperasi-koperasi kita. Justru di situ tantangan Dekopin dan seluruh perangkat di bawahnya untuk terus berupaya menyehatkan manajemen koperasi agar lebih berdaya saing, mulai dari tingkat lokal, nasional hingga global. Untuk mencapai itu, Dekopin mengusung motto: berpikir global, berjiwa Indonesia, dan berkarya lokal. Visi Dekopin 2045 menghendaki koperasi masuk ke semua sektor kehidupan masyarakat Bangsa.
Kita berbangga dan menaruh apresiasi tinggi terhadap koperasi kredit dan koperasi simpan-pinjam yang berkembang sangat pesat di seluruh Nusantara dengan omset belasan bahkan puluhan triliun rupiah. Begitu juga dengan koperasi karyawan dan koperasi pegawai negeri yang bertumbuh di mana-mana di seluruh Tanah Air dengan omzet mencapai Rp 30 triliun.
Kita juga bangga dengan kehebatan beberapa koperasi primer yang mampu bersaing di era pasar bebas saat ini. Sebut saja Koperasi Warga Semen Gresik, Kisel, Kospin Jasa, Koperasi Lantang Tipo di Kalimantan, Koperasi Batik di Pekalongan, Koperasi Susu di Jawa Timur dan Jawa Barat, Koperasi Obor Mas dan Ternak Sapi di NTT, Koperasi Astra, Koperasi Tankers Perkapalan, Koperasi Hutan di Jambi dan Sulawesi Tenggara, Koperasi Rumput Laut di Sulawesi Selatan, Koperasi Madu di NTB, Koperasi Sawit di Riau, Koperasi Nelayan di Jawa Barat, Koperasi Sepatu di Medan dan Bogor, dan masih banyak lagi.
Kita sudah memasuki tahun kedua pelaksanaan Visi 2045 Koperasi Pilar Negara. Dan, pada Oktober mendatang, kita akan menggelar Kongres Koperasi yang ketiga di Makasar, setelah tahun 1947 dan tahun 1952. Inilah saatnya kita menyatukan tekad dan langkah menatap masa depan Bangsa. Sejalan dengan spirit Nawacita ‘Membangun Indonesia dari Pinggiran’, mari kita letakkan tonggak sejarah baru: membangun Indonesia berbasis sumber daya alam dan kekayaan budaya, dimulai dari desa dan daerah perbatasan, melalui koperasi.
(Penulis adalah Ketua Umum Dekopin)
Alamat: Wisma NH
Jalan Raya Pasar Minggu No. 2 B-C
Pancoran, Jakarta Selatan
✉️ info@thenurdinhalidinstitute.com