POLITISI BERJIWA KOPERASI
Nama Nurdin Halid dikenal luas di level nasional sebagai Ketua Umum PSSI dan politisi ulung Partai Golkar. Sejak berkiprah di level nasional tahun 1998, ia mengenal dekat dengan semua presiden dan wakil presiden negeri ini. Namun di balik ingar-bingar sepakbola dan politik, justru darah koperasi yang mengalir dalam diri Nurdin. Betapa tidak, lebih dari separuh hidupnya, selama 34 tahun, ia berkiprah di koperasi.
Nama Nurdin Halid melangit di cakrawala Nusantara setelah mengukir prestasi emas PSM Makassar periode 1995-2000, lalu terpilih menjadi ketua umum PSSI pada tahun 2003 hingga 2011. Popularitas Nurdin juga terbangun berkat kepiawaiannya ‘berselancar’ di pertarungan elit Partai Golkar sejak menjadi anggota DPR RI pada periode 1997-1999 dan periode 2004 hingga menjadi Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar 2009-2014 dan Ketua Harian 2016-2021.
Sejak itu pula predikat politisi melekat pada dirinya. Bagi Nurdin duduk sebagai wakil rakyat bukan sekedar aktualisasi dari dorongan berpolitik. Lebih jauh dari itu, sebagai anggota DPR, Nurdin mendorong dan mempromosi gagasan dan aspirasi pengembangan ekonomi kerakyatan. Dan, tentu saja koperasi termasuk di dalamnya. Ketika masih duduk di Komisi V DPR RI terkait visi perubahan melalui ekonomi kerakyatan itu, Nurdin pernah berseloroh, “Saya bukan politisi, tapi praktisi koperasi.”
Ya, tidak banyak yang tahu kalau Nurdin sesungguhnya seorang politisi ‘berdarah koperasi’. Betapa tidak, sejak kecil ia sudah jatuh pada koperasi berkat kedua orang tuanya.
Nurdin mengalami sendiri bagaimana koperasi sangat mem-bantu keluarganya dalam pemenuhan sembako setiap bulan. “Suatu ketika waktu masih kelas IV SD, saya disuruh ayah saya ambil sembako di koperasi sekolah. Setiba di depan kantor sekolah, saya tertegun ketika membaca kata ‘Koperasi’.
Dalam hati saya, saya bilang hebat sekali ini koperasi yang membantu orangtua saya mendapatkan sembako tiap bulan. Sejak itu, tertancap di benak saya bahwa koperasi itu membantu orang,” kenang Nurdin.
Tak heran, selama di SD, SMEP, hingga SMEA, Nurdin sangat menyukai pelajaran koperasi. Bahkan, usai merampungkan studi ekonomi di IKIP Negeri Makassar, Nurdin memilih berkarir di dunia koperasi walau harus menelusuri kampung dan desa. Ia tidak seperti kebanyakan sarjana yang cenderung mencari kerja di kantor di perkotaan.
Begitulah. Nurdin meniti karir mulai dari nol, diawali de-ngan menjadi tenaga penyuluh koperasi di kabupaten Gowa, Sindrap, dan Pinrang. Tidak seperti kebanyakan orang, Nurdin justru memilih menjadi professional koperasi.
Kerja keras dan prestasinya di tingkat KUD menghan-tarkan ayah tujuh anak ini dipercaya menjabat Direktur Utama Puskud Hasanuddin pada tahun 1992 hingga 1997.
Ketajaman instink bisnis dan kepiawaian kepemimpinan lewat proses learning by doing, Nurdin mematrikan prestasi gemilang: hanya dalam tempo 2 tahun utang Puskud pengurus sebelumnya sebesar Rp 6 miliar berubah menjadi keuntungan sebesar Rp 17 miliar.
“Kuncinya sederhana saja, koperasi harus dikelola secara profesional seperti perusahaan swasta, termasuk mengembangkan sayap-sayap bisnis ala konglomerat. Terpenting bahwa hasil bisnis koperasi bermuara pada anggota melalui mekanisme SHU.”
Kisah gemilang di Puskud Hasanudin mendapat apresiasi tatkala Nurdin Halid dipercaya memimpin Induk KUD (Inkud). Visi besarnya menciptakan konglomerasi koperasi di Puskud Hasanuddin berlanjut di Inkud ketika sukses menjalankan misi pemerintahan BJ Habibie menurunkan dan menstabilkan harga minyak goreng dari Rp 9.000,-/kilogram menjadi Rp 3.000,-/kg; diikuti kepercayaan pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri kepada Inkud untuk mengimpor dan mendistribusikan kebutuhan pokok rakyat lainnya: beras dan gula.
“Ini perintah Konstitusi UUD 1945, koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional. Cita-cita saya, koperasi harus menjadi besar dan berdiri sejajar dengan BUMN/BUMD maupun swasta. Salah satu wujutnya, Inkud melalui jaringannya yang luas di seluruh Indonesia, menjadi ujung tombak distribusi kebutuhan pokok rakyat,” Nurdin berkisah.
Setiap kerja keras selalu mendapat ganjaran. Kerja keras membesarkan bisnis Inkud mengantar pria kelahiran Bone 17 November ini dipercaya menjadi ketua umum Dewan koperasi Indonesia (Dekopin), Presiden Koperasi ASEAN (ACO), dan Wakil Presiden Organisasi Koperasi Asia Pasifik (ICA Asia Pasific). Di bawah komando Nurdin Halid, Dekopin sebagai wadah tunggal gerakan koperasi Indonesia melakukan berbagai lompatan besar seperti pengesahan perubahan AD/ART dan memelopori terbitnya UU Koperasi Nomor 17 tahun 2013 yang memberi ruang bagi koperasi bertumbuh besar menjadi sokoguru perekonomian Indonesia, meskipun UU tersebut akhirnya dibatalkan oleh MK.
“Sayang, UU Koperasi baru itu dibatalkan oleh MK yang terpengaruh argumen kaum kapitalis yang tak ingin koperasi menjadi sokoguru ekonomi NKRI seperti amanat Pasal 33 UUD 1945. Tapi, langkah kami tak surut. Saat ini, RUU Koperasi hasil revisi sedang dibahas di DPR.”
Sebagai Presiden ACO dan Vice President ICA Asia Pasifik, Nurdin membuat sejarah: untuk pertama kali menjadikan Indonesia tuan rumah Hari Koperasi Perikanan se-Dunia di Surabaya tahun 2013 dan tuan rumah Konferensi Koperasi Asia Pasifik tahun 2014 di Bali. Dan, pada pertengahan Juli 2017, Nurdin juga mencatat sejarah dengan menggelar Kongres Koperasi Ketiga di Makassar, setelah terakhir digelar tahun 1952.
Dari serangkain pengabdiannya di bidang koperasi, penerima ASEAN Development Citra Award tahun 1996 serta Bakti Koperasi tahun 1997 ini pantas didaulat sebagai pejuang ekonomi rakyat, pejuang Ekonomi Konstitusi Pasal 33 UUD 1945 berdasarkan ideologi NKRI, Pancasila.
Nurdin Halid barangkali ditakdirkan selalu menjadi orang nomor satu dan identik dengan prestasi ‘emas’. Ketika masih berkiprah di level Sulawesi Selatan, Nurdin yang waktu itu masih muda dipercaya mengomandoi PSM Makasar dan sukses mengantar tim Juku Eja menembus kelompok elit klub sepakbola di Tanah Air pada akhir 1990-an. Seperti halnya di KUD dan Puskud Hasanuddin, Nurdin mereformasi mana-jemen tim dari amatir menjadi profesional, memberi gaji dan bonus tinggi. PSM Makasar menjadi klub perserikatan pertama yang mengontrak pemain asing pada 1995.
“Alur pikirnya begini, klub profesional dan kompetisi ber-mutu adalah pondasi industri sepakbola. Industri sepak bola yang maju akan menggerakkan ekonomi nasional maupun ekonomi daerah di mana homebase klub-klub profesional. Industri sepakbola yang bermutu bermuara pada mutu tim nasional,” ujar Nurdin tentang kiat suksesnya melambungkan nama besar PSM.
Hasilnya? PSM Makasar menembus babak final Liga Indonesia musim 1995-1996 dan menjadi juara pada 1999-2000. Prestasi yang kemudian membuat Presiden Gus Dur membuka pintu Istana Negara untuk kedatangan sang Nakhoda Juku Eja. Dan, kisah sukses PSM Makasar berlanjut dengan lolos ke babak 8 besar Liga Champions Asia. Sederet gelar diraih seperti Piala Ho Chi Minh di Vietnam tahun 2000 dan Piala Jenderal M. Jusuf. Bahkan, kepiawaiannya melobi AFC, Nurdin berhasil menjadikan Makassar sebagai tuan rumah Babak 8 Besar Liga Champions Asia.
“Sepakbola adalah aset sangat berharga bagi Bangsa Indonesia. Sepakbola menghidupkan ekonomi daerah dan nasional, memperkuat kohesi sosial yang multikultural, dan memperkokoh rasa nasionalisme. Sepakbola juga merupakan alat promosi dan diplomasi budaya yang efektif di kancah dunia,” ujar NH.
Seperti di dunia koperasi, Nurdin Halid juga mengalami lompatan karir cemerlang di organisasi sepakbola. Sukses melambungkan nama besar PSM, mengantar Nurdin Halid ke kursi nomor satu PSSI. Dengan mengusung Visi PSSI 2020, wajah PSSI berubah total di bawah komando Nurdin dengan fokus membangun industri sepakbola berdaya saing global. Ia membentuk PT Liga Indonesia dan menetapkan standarisasi klub-klub profesional sesuai standar AFC dan FIFA sehingga mampu menarik sponsor dan hak siar televisi. AD/ART PSSI diubah menjadi Statuta PSSI sesuai arahan FIFA. Ia juga membentuk Pengcab PSSI tingkat kabupaten/kota.
Kepiawaian Nurdin Halid memimpin organisasi level nasional seperti Dekopin dan PSSI tak lepas dari sepak-terjangnya di organisasi masyarakat dan partai politik. Merintis karir organisasi dari bawah sebagai kader AMPI di kabupaten Sindrap, karir politik ditapaki perlahan dengan bergabung pada berbagai organisasi masyarakat dan profesi di Sulawesi Selatan antara lain menjadi Pengurus KNPI, pengurus Golkar, ketua AMPI, pengurus KADIN, dan pengurus Pemuda Panca Marga.
Popularitas membesarkan Puskud Hasanuddin dan PSM Makassar serta pergumulannya di berbagai organisasi menjadi modal dan kekuatan penentu bagi keberhasilan Nurdin terpilih menjadi anggota DPR/MPR RI periode 1998-1999 dan 1999-2004. Masuk blantika Ibu Kota membuka lebar jalan bagi Nurdin untuk menapaki tangga karir politiknya hingga ke puncak. Berbagai jabatan strategis diraihnya. Pada periode 2009-2014 ia menjadi wakil ketua umum Partai Golkar dan kini diserahi tanggung jawab sebagai Ketua Harian Partai golkar.
Soal kekuasaan politik, begini pandangan dan sikap Nurdin: “Politik itu bukan soal seni merebut kekuasaan. Itu hanya soal cara atau strategi. Saya justru meyakini makna terda lam dari politik, yaitu bagaimana kekuasaan yang ber-ada dalam genggaman dipakai untuk menegakkan keadilan bagi semua yang berujung pada kesejahteraan orang banyak.”
Karena itu, motivasi Nurdin aktif di Golkar dan sewaktu menjadi anggota DPR antara lain memperjuangkan program-program yang jelas, terarah, akuntabel, dan patuh hukum untuk penguatan ekonomi rakyat melalui koperasi. Menurut Nurdin, pengertian “kerakyatan” dalam program ekonomi kerakyatan itu mengandung tekanan pada warga, masyarakat pedesaan dan mereka yang dilemahkan secara struktural.
Sebagai orang yang paham pahit getirnya mengem-bang kan koperasi, Nurdin merasa harus berbuat untuk me-ngu bah sistem ekonomi Nasional NKRI agar benar-benar berpihak pada wadah ekonomi kerakyatan itu. “Agar efektif, upaya mengubah sistem harus dilakukan dari dalam. Itulah sebabnya, saya masuk politik. Dan Partai Golkar bisa dijadikan kendaraan untuk melakukan upaya itu,” ujar Nurdin.
Rekan Nurdin dari Fraksi Karya Pembangunan (sekarang Golkar) Komisi V DPR, Priyo Budi Santoso, berpendapat bahwa di DPR, khususnya Komisi V, Nurdin lebih memperlihat-kan sosoknya sebagai “orang koperasi”. Sepertinya, Nurdin hanya berkepentingan dengan masalah-masalah yang berhu-bungan dengan koperasi atau ekonomi rakyat. “Kalau ada pembahasan yang yang tidak terkait dengan masalah tersebut, ia sering absen,” ungkap Priyo Budi Santoso.
Nurdin meyakini bahwa penguatan ekonomi rakyat akan berhasil jika dilakukan melalui koperasi. Karenanya, Pemerintah tidak hanya mendukung koperasi pada level political will, tetapi juga perlu merumuskan dukungan politiknya kepada koperasi melalui program, regulasi, kebijakan konkret yang betul-betul nyata dan efektif membesarkan koperasi.
Menurut Nurdin, koperasi mesti dilibatkan dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan strategi pembangunan jangka panjang di republik ini. Misalnya, akumulasi modal usaha koperasi melalui pelaksanaan kebijakan Pemerintrah; kope-rasi dilibatkan dalam pelaksanaan usaha strategis dan sektor usaha skala besar. Sektor-sektor usaha yang sangat penting bagi upaya menyejahterakan rakyat, seperti industri, manu-faktur, perdagangan, jasa, perbankan, telekomunikasi, angku-tan atau transportasi, dan jasa distribusi, perlu dikelola melalui koperasi-koperasi rakyat.
Dengan begitu, koperasi mendapat predikat sokoguru perekonomian bangsa. Bahkan, Nurdin memperkenalkan Visi 2045 Koperasi Pilar Negara, sebuah paradigma dan pendekatan baru pembangunan koperasi Indonesia modern yang bisa menjamin terciptanya negara kesejahteraan.
“Koperasi bukan sekadar lembaga ekonomi tetapi juga sarana paling efektif untuk mewujudkan cita-cita negara kesejahteraan, menghadirkan keadilan, melestarikan sema-ngat kekeluargaan dan budaya gotong-royong serta menjadi lestarinya ekositem negara,” ujar Nurdin.
Untuk semua itu, Nurdin tak pernah berhenti berpikir dan berjuang demi tegaknya Ekonomi Konstitusi berdasarkan Pancasila. Selain terus mendesak terbitnya UU Koperasi yang baru (setelah UU Nomor 17 Tahun 2012 dibatalkan oleh MK), Nurdin menggelar Kongres Koperasi III pada Juli 2017, setelah terhenti pada Kongres Koperasi II tahun 1953.
“Melalui Kongres bersejarah ini, Dekopin mau mengingatkan parlemen dan pemerintah serta stakeholders koperasi lainnya betapa negeri ini sudah salah arah dan harus kembali ke jalan yang benar, yaitu jalan Konstitusi Pasal 33,” Nurdin menegaskan.
Alamat: Wisma NH
Jalan Raya Pasar Minggu No. 2 B-C
Pancoran, Jakarta Selatan
✉️ info@thenurdinhalidinstitute.com